Usai sudah membaca "Entrok". Berkisah tentang ibu dan putrinya yang saling bersebrangan. Si ibu, Marni mempercayai kekuatan leluhur yang diajarkan simboknya saat kecil zaman perang dulu. Sementara putrinya, Rahayu sudah memercayai agama, Islam di zaman sudah cukup modern untuk bisa mendapatkan pendidikan.
![]() |
(Dokumen Pribadi) |
Rahayu dan Marni selalu berdebat tentang keyakinan keduanya. Marni tak merasa yang diyakininya salah. Sejak dahulu simbok mengajarkannya demikian, toh selama ini Marni merasa Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa selalu memberikan apa yang diminta. Rahayu selalu mengatakan ibunya sebagai pendosa. Hal itu ia katakan sejak Rahayu SD hingga akhirnya ke perguruan tinggi.
Baca lagi: QKZ AK6-X: Headset di Bawah 50 Ribu yang Patut Diperhitungkan
Rahayu semakin kesal ketika ibunya bakul duit -menjual duit, rentenir- kepada tetangga dan orang-orang di Pasar Singget. Yang membuat Rahayu kesal, karena dirinya selalu ditunjuk sebagai contoh buruk, lantaran ibunya dituduh sesat karena menyembah leluhur, ditambah menjadi rentenir, lintah darat. Marni merasa apa yang dilakukannya tidak salah, selama ia tidak mencuri, membunuh, ataupun menipu. Dia hanya melakukan ketaatannya kepada Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa, yang diyakininya sebagai pemberi rezeki hingga keselamatan.
Seperti kata si pengarang, Okky Madasari, novel ini bercerita tentang toleransi dan isu kesewenang-wenangan pada zaman orde baru. Antara Marni dan Rahayu tak ada toleransi, terutama Rahayu. Menurut hemat penulis, apa yang salah dari Marni? Dia hanya menjalankan keyakinan apa yang telah diajarkan orang tuanya dulu. Rahayu sebagai putri terpelajar, adanya dia semestinya membimbing bukan menghardik.
Jika hanya melabeli Marni sebagai pendosa, akan sia-sia. Sebab, Marni dulu sampai sekarang hanyalah Marni yang tak bisa membaca, dan tak pernah bersekolah. Marni, yang mengaku dirinya bodoh hanya butuh penjelasan yang tepat tentang apa yang dianutnya. Terlepas itu salah atau benar menurut agama, bagi penulis Marni tidak salah, dia hanya meyakini apa yang menurutnya benar. Yang diperlukan Rahayu hanya toleransi, kenapa harus memaksakan keyakinan ibunya?
Beralih ke akhir cerita, jujur saja saya kaget dengan akhir cerita Entrok ini. Di akhir cerita, Marni menjadi gila karena Rahayu yang batal dinikahi Sutomo, anak tukang andong di detik-detik pernikahannya. Sutomo enggan menjadikan Rahayu istri, hanya karena KTP Rahayu berbeda, ada simbol ET. Simbol tersebut merupakan simbol yang sama, juga diberikan orang negara untuk mereka para (yang dianggap) PKI di KTP mereka.
Cerita mengenai isu perbedaan keyakinan Marni dan Rahayu hanya sedikit dari banyak isu yang ada di novel ini. Di dalamnya ada pula Marni yang mendobrak kebiasaan-kebiasaan yang harus ditaati perempuan, hingga Rahayu yang melawan kesewenang-wenangan tentara. Seperti kita tahu, pada zaman orde baru tentara memiliki kekuatan untuk membuat masyarakat tunduk pada apa yang dikatakannya. Bermodal, "kami ini orang negara."
Selamat membaca Entrok, karya Okky Madasari :)


Komentar
Posting Komentar